Rabu, 17 April 2013

laporan praktikum silvika ''kehutanan unib"


Laporan Praktikum
Silvika

unib warna2.jpg
Oleh
Venny Novia Utami Putri
E1B009049


Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu
2013

DAFTAR ISI

                                                                                                                                   
DAFTAR ISI………………………………………………………………..………………….….i

BAB I.   PENDAHULUAN………………………………………………..……………………..1
            1.1 Latar Belakang……………………………………….…….…………………………..
1.2 Tujuan…………………………………………..……………………………………...
BAB II. METODOLOGI…………………………………………………………………………
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………… ……………..
            4.1 Hasil……………………………………………………………………………………
            4.2 Pembahasan……………………………………………………………………………
BAB IV.  KESIMPULAN………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA            …………………………………………………………………………….
LAMPIRAN………..……………………………………………………………………………..














BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
.           Hutan merupakan hal yang unik. Sebagai sebuah ekosistem, hutan selalu berusaha mencapai kondisi keseimbangan. Dalam proses pencarian keseimbangan (homeostasis) tersebut, hutan tumbuh secara dinamis mengikuti setiap perubahan yang terjadi. Semua faktor pendukung hutan saling berinteraksi guna mencapai sebuah keseimbangan.
            Interaksi tersebut bisa dalam berbagai bentuk kegiatan seperti proses rantai makanan, simbiosis, bahkan saling meniadakan atau kompetisi secara ekstrim. Bahkan sering kali menurut pandangan antroposentris, kegiatan yang terjadi di dalam hutan cenderung kejam, tidak pandang bulu, bahkan mengerikan. Sebagai contoh, misalnya bila terjadi rumpang akibat sebuah pohon besar tumbang, maka terjadi persaingan antar tumbuhan anakan untuk sesegera mungkin mencapai kondisi ukuran ideal untuk tumbuh. Kompetisi yang terjadi cenderung saling mengerdilkan individu lain atau bahkan mematikan. Tetapi, kondisi demikian adalah hal yang wajar terjadi dalam perebutan sumber daya yang ada di wilayah tersebut. Siapa pun yang mampu tumbuh lebih cepat, maka akan menang dan terus hidup. Sedangkan yang tidak mampu tumbuh dengan cepat dan baik maka akan mati.
            Untuk mengatasi kejamnya interaksi antar mahluk hidup yang ada di hutan, maka setiap jenis mahluk hidup berusaha mengisi relung yang paling baik buat dirinya melalui proses evolusi (seleksi dan adaptasi) yang panjang. Sehingga, setiap jenis mempunyai strategi yang berbeda untuk mempertahankan populasinya disebuah hutan (Soekotjo, W. 1976).
            Dinamika yang terjadi disebuah hutan merupakan hasil interaksi tidak hanya antar faktor abiotiknya, tetapi juga interaksi antara faktor abiotik dan faktor biotic (Shukla & Chandel, 1996). Interaksi tersebut membentuk sebuah daur atau siklus, dimana setiap komponennya saling melengkapi dan membentuk hubungan yang unik. Bila salah satu faktor menghilang, bertambah atau berkurang, maka komposisi sebuah hutan akan bergeser ke sebuah keseimbangan baru. Ada sebagian orang menyebutnya sebagai upaya menuju sebuah komunitas klimaks. Tetapi pada hutan hujan tropis, istilah komunitas klimaks sukar diterapkan karena ternyata perubahan/dinamika terus saja terjadi karena adanya perubahan berbagai faktor pendukungnya.
            Perubahan kondisi lingkungan atau kondisi sebuah hutan bisa disebabkan oleh gangguan-gangguan yang terjadi secara alami atau pun yang disebabkan oleh manusia.
Kejadiannya bisa dalam skala kecil, maupun dalam skala besar. Faktor-faktor pembentuknya juga beraneka ragam.
             Efek dari gangguan keseimbangan suatu ekosistem hutan adalah suksesi. Suksesi merupakan proses yang terjadi secara terus-menerus yang ditandai oleh perubahan vegetasi, tanah, dan iklim dimana proses ini terjadi.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam komunitas dapat dengan mudah diamati dan seringkali perubahan itu berupa pergantian satu komunitas oleh komunitas lain. Sebagai contoh konsep suksesi secara sederhana yakni dapat kita lihat misalnya pada sebidang kebun jagung yang setelah panen ditinggalkan dan tidak ditanami lagi. Disitu akan bermunculan berbagai jenis tumbuhan gulma yang membentuk komunitas. Apabila lahan itu dibiarkan cukup lama, dalam komunitas yang terbentuk dari waktu ke waktu akan terjadi pergantian komposisi jenis.
Pada masa awal dapat saja komunitas yang terbentuk tersusun oleh tumbuhan ternak seperti badotan, rumput pahit, rumput teki, dan sebagainya. Tetapi beberapa tahun kemudian di tempat yang sama, yang terlihat adalah komunitas yang sebagian besar tersusun oleh tumbuhan perdu dan pohon seperti kirinyu, senduduk, laban, dan sebagainya, atau dapat pula hanya terdiri atas alang-alang. Bila tidak terjadi gangguan apa pun selama proses tersebut berjalan akan terlihat bahwa perubahan itu berlangsung ke satu arah.
Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai homeostatis. Ini dapat diartikan bahwa komunitas sudah dapat mempertahankan kestabilan internalnya sebagai akibat dari tanggap (respon) yang terkoordinasi dari komponen-komponennya terhadap setiap kondisi atau rangsangan yang cenderung mengganggu kondisi atau fungsi normal komunitas. Jadi bila suatu komunitas telah mencapai klimaks, perubahan yang searah tidak terjadi lagi.
Sebagian besar hutan-hutan di Indonesia merupakan masyarakat yang kompleks, tempat yang menyediakan pohon dari berbagai ukuran. Di dalam kanopi iklim mikro berbeda dengan keadaan sekitarnya, cahaya lebih sedikit, kelembaban sangat tinggi, dan temperatur lebih rendah. Pohon-pohon kecil berkembang dalam naungan pohon yang lebih besar, di dalam iklim mikro inilah terjadi pertumbuhan. Di dalam lingkungan pohon-pohon dengan iklim mikro dari kanopi berkembang juga tumbuhan yang lain seperti pemanjat, epifit, tumbuhan pencekik, parasit dan saprofit.
Pepohonan yang membentuk tajuk hutan akan menentukan iklim di dekat permukaan tanah dan juga di bawah tajuk yang kemudian disebut dengan iklim mikro. Hal ini disebabkan adanya pepohonan dalam hutan yang berfungsi sebagai penyaring sinar matahari dan angin untuk membentuk kehidupan di hutan. Pada hutan yang tajuknya rapat, hanya tunas-tunas pepohonan besar serta tumbuh-tumbuhan merambat tertentu yang tahan terhadap keteduhan, dan rumput-rumput sajalah yang mampu hidup di lantai hutan. Bentukan tumbuh-tumbuhan di lantai hutan membawa pengaruh yang unik terhadap iklim mikro.Tumbuh-tumbuhan yang tajuknya rapat akan saling menaungi dan mempengaruhi iklim mikro daerah yang ditumbuhinya, karena tumbuhan ini mampu mengurangi radiasi sinar matahari yang mencapai tanah. Akibatnya temperatur yang ada di bawah pohon beberapa derajat di bawah temperatur di luar naungan pohon. Di samping itu juga tumbuhan tersebut mengurangi kecepatan angin yang berhembus. Tetapi jika ada tajuk yang terbuka karena tumbangnya satu pohon maka akan terjadi perubahan yang dratis karena sinar matahari dapat masuk dan mengubah iklim mikro di dalam hutan.
Seperti diketahui, di dalam hutan tropis pohon-pohon membentuk beberapa stratum yang tersusun satu di atas yang lain dari beberapa tajuk pohonan. Namun di dalam hutan sedang tidak pernah ditemui lebih dari dua stratum pohon, bahkan kadangkala hanya terdapat 1 stratum. Sementara itu di dalam hutan hujan akan didapati 3 stratum bahkan lebih, yang dicirikan dengan adanya susunan dari pohon-pohon yang diatur dalam tiga tingkatan yang agak jelas.
Hutan sering dianggap menjadi lapisan atau strata dan formasi hutan berbeda untuk mendapatkan jumlah strata berbeda & Strata ( Lapisan, atau tingkat) sering mudah dilihat dalam hutan atau pada suatu diagram profil, tetapi kadang tidak dapat.
Mungkin pemakaian umum istilah stratifikasi untuk mengacu pada lapisan total tingginya pohon, yang kadang-kadang diambil seperti lapisan tajuk pohon. Pandangan yang klasik lapisan pohon yang selalu hijau dataran rendah tropis hutan hujan adalah bahwa ada lima strata, A-E.
Pada Lapisan bawah hutan terdapat tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat. Proses dekomposisi yang cepat dapat menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok. Disini siklus hara dapat berlangsung sempurna, guguran daun yang jatuh sebagai seresah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsur hara yang sudah diuraikan oleh bakteri. Tumbuhan bawah tidak akan bersaing dengan tumbuhan pokok karena tumbuhan pokok mempunyai sistem perakaran yang lebih dalam, dan jenis yang berbeda mempunyai kebutuhan unsur hara yang berbeda. Terbatasnya penutupan tumbuhan bawah membuat tingkat erosi lebih besar menghayutkan unsur-unsur hara yang ada dipermukaan.
            Sebagian besar tumbuh-tumbuhan di ekosistem daratan tumbuh di atas tanah sehingga sifat-sifat tanah sangat mempengaruhi tumbuh-tumbuhan. Ada empat komponen penyusun tanah, yaitu bahan mineral (45%), udara (25%), air (25%) da bahan organikn(5%). Bahan mineral diperoleh terutama oleh batuan induk, sedangkan bahan organic dari organism yang masih hidup maupun yang sudah mati. Tanah menyediakan unsure hara yang dibutuhkan tumbuhan, kecuali karbon. Unsur hara esensial makro meliputi karbon, hydrogen , oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur, kalium, kalsium dan magnesium, sedangkan unsure hara mikro meliputi klorine, besi, mangan, boron, zink, tembaga, molybdenum, dan kobalt. (wiryono,2009).
Tipe tanah adalah salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan pH dengan ketersediaan nutrisi (Wikipedia, 2012). Peran pH tanah adalah untuk mengendalikan ketersediaan nutrisi bagi vegetasi yang tumbuh di atasnya, yang berfungsi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan pertahanan tanaman terhadap penyakit.
Biasanya penyakit pada Tanaman disebabkan oleh Hama dan jamur. Hama menyerang biasanya tergantung oleh habitat tanaman tersebut. Tanaman yang tumbuhdi habitat tanah lembab, biasanya akan terserang hama pada bagian akar atau pangkal. Untuk tanaman yang tumbuhdi hawa tanah kering biasanya akan menyerang bagian batang dan daun.
Daun merupakan bagian dari organ tumbuhan yang sangat penting sebagai tempat menangkap energi cahaya untuk fotosintesis , respirasi dan merupakan alat perkembangbiakan vegetative. Dengan peran tersebut daun berpotensi diserang oleh berbagai penyakit, biasanya hama oleh jamur, bakteri, dan herbivori, hama yang menyerang daun memiliki bentuk infeksi yang bervariasi.
            Herbivori adalah konsumsi tanaman oleh hewan yang disebut herbivor. Ada dua cara tanaman mempertahankan diri dari serangan herbivor tersebut, yaitu pertahanan fisik atau mekanik pada permukaan tumbuhan, dan pertahanan kimia.
            Pada herbivori serangga merupakan fungsi pengatur penting dalam ekologi ekosistem hutan, khususnya di daerah tropis.  Serangga dan herbivora lain penghuni beberapa bagian pohon berperan dalam meningkatkan laju daur nutrien sistem hutan. Dengan bantuan hujan, materi padat seperti kotoran serangga, bagian daun yang dijatuhkan herbivora, dan guguran daun muda semakin cepat menuju lantai hutan.  Meledaknya jumlah serangga herbivora pada masa tertentu, secara signifikan meningkatkan kadar nitrogen pada skala ekosistem.
Namun terkadang herbivori serangga gagal menyerang terhadap tumbuhan yang menjadi target sasaran karena tumbuhan dilindungi oleh metabolit sekunder. Kebanyakan metabolit sekunder terutama tannin terakumulasi pada vakuola atau dinding sel tumbuhan selama hidupnya. Tannin merupakan salah satu bentuk pertahanan metabolit sekunder pada mangrove yang tidak bisa dicerna oleh kebanyakan serangga herbivora.
Selain berpengaruh terhadap kerusakan daun dan tunas apikal, herbivori juga menyangkut beberapa mekanisme tambahan penting berupa penampilan vegetasi. Serangga secara nyata memengaruhi panjang usia daun, waktu gugur daun, dan kualitas serasah daun, terutama pada bibit tumbuhan yang masih muda. Cara yang cepat dan murah untuk membandingkan area kerusakan daun antar berbagai sampel adalah metode langsung dalam satu kali pengamatan.

1.2 Tujuan
a)      Untuk melihat Proses suksesi ekosistem hutan dengan membandingkan unit vegetasi pada lahan terbuka atau baru berkembang dengan unit vegetasi hutan dewasa.
b)      Untuk mendata faktor lingkungan fisik dalam kawasan hutan yang tertutup vegetasi dan membandingkan dengan faktor lingkungan fisik pada areal yang lebih terbuka.
c)      Untuk mengetahui klasifikasi pohon didalam hutan sesungguhnya atas dasar kedudukan didalam hutan.
d)     Untuk mengetahui jumlah atau sebaran dari suatu jenis dalam tingkat-tingkat hidupnya per satuan luas.
e)      Untuk mengetahui bentuk-bentuk adaptasi tumbuhan bawah terhadap iklim mikro dalam hutan cahaya yang rendah.
f)       Untuk mengetahui bentuk-bentuk bunga dan kemungkinan bentuk agen polinasi, bentuk-bentuk buah dan kemungkinan penyebaran, serta efektifitas bank biji di lantai hutan.
g)      Untuk mengetahui specific leaf area (SLA) jenis-jenis tumbuhan dihutan dan menghubungkannya dengan karakteristrik tumbuhan tersebut secara umum.
h)      Untuk mengetahui tingkat predasi pada daun tumbuhan bawah hutan.


BAB II
METODOLOGI
2.1 Lokasi
·         Waktu             :           24 November 2012
·         Tempat            :           Taman Hutan Raya Rajolelo Bentiring Bengkulu Tengah.
Laboratorium Kehutanan Universitas Bengkulu.
2.2 Cara Kerja
a)      Suksesi Ekosistem.
1.      Menentukan areal terbuka atau yang baru berkembang (semak-semak).
2.      Membuat petak ukur dalam suatu wilayah denagan cara Nested Sampling :
-          20 x 20 m untuk pohon.
-          10 x 10 m untuk tiang (diameter diatas 10 cm).
-          5 x 5 m untuk tingkat sapihan (diameter dibawah 10 cm, tinggi diatas 3 m).
-          2 x 2 m untuk anakan (tinggi sampai dengan 3 meter)
3.      Catat jenis tumbuhan yang diamati (species, genus, dan family) dan juga sifat tumbuhannya (berkayu, herba, rumput-rumputan).
4.      Menggambar proyeksi horizontal dan vertikal dari setiap tingkatan yang ada dalam plot 20 x 20 m, kemudian mengukur diameter batang, tajuk serta tinggi bebas cabang dan tinggi totalnya.
5.      Mengukur dan mendata faktor fisik di lokasi pengamatan, yang terdiri dari intensitas cahaya matahari, kelembaban dan temperature udara, pH tanah serta intensitas angin.
Untuk pH tanah tingkat keasaman atau kebasaan suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Berikut beberapa ketentuan pH tanah :
-          Tanah yang bersifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7
-          Tanah yang bersifat netral mempunyai PH 7
-          Tanah yang bersifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14
6.      Membandingan data yang dikumpulkan dengan data yang dikumpulkan untuk praktikum dalam kawasan hutan.



b)     Iklim Mikro Hutan.
1.      Membuat plot 20 x 20 m pada kawasan hutan.
2.      Ukur dan catat faktor fisik dilokasi pencgamatan, yang terdiri dari intensitas cahaya matahari, kelembaban dan temperature udara, pH tanah dan intensitas angin.

c)      Proyeksi Penampang dan Klasifikasi Pohon Hutan.
1.      Lakukan pengamatan pohon-pohon dan tiang (diameter diatas 20 cm) pada plot 20 x 20 myang telah dibuat pada pengamatan iklim mikro hutan. Catat (species, genus, atau family).
2.      Gambar proyeksi horizontal dan verticalnya pada kertas millimeter blok dari setiap tingkatan yang ada.
3.      Mengukur diameter batang, tajuk serta tinggi bebas cabang dan tinggi totalnya.
Untuk menentukan suatu pohon termasuk kedalam kelas dominan, kodominan, intermidiet, tertekan dan mati, maka amatilah pohon-pohon yang termasuk kedalam petak ukur tersebut, kemudian dilihat dan gambar pada millimeter blok lebar tajuknya, sehingga dapat dilihat dari mana pohon tersebut mendapatkan sinar matahari.
4.      Catat jenis pohon serta ukurannya.

d)     Stratifikasi Hutan
1.      Dalam petak ukur 20 x 20 m pada pengamatan tingkat pohon dan tiang pada acara III buatlah Nested Sampling.
-          10 x 10 m untuk tiang (diameter diatas 10 cm).
-          5 x 5 m untuk tingkat sapihan (diameter dibawah 10 cm, tinggi diatas 3 m).
-          2 x 2 m untuk anakan (tinggi sampai dengan 3 meter)
2.      Catat jenis tumbuhan yang diamati (species, genus, dan family) dan juga sifat tumbuhannya (berkayu, herba, rumput-rumputan).
3.      Gambar proyeksi horizontal dan vertikalnya dari setiap tingkatan yang ada.
4.      Mengukur diameter batang, tajuk serta tinggi bebas cabang dan tinggi totalnya.



e)      Karakteristrik Tumbuhan Lantai Hutan.
1.      Amati dan perhatikan dan ambil gambar tumbuh-tumbuhan bawah yang berada dalam petak 20 x 20 m yang telah dibuat pada acara sebelumnya.
2.      Menilai bentuk karakteristrik tumbuhan bawah yang merupakan adaptasi hidup di bawah naungan, misalnya ukuran daun dan penyusunan daun (melingkar, tidak saling menaungi).

f)       Ekologi Bunga, Buah dan Bank Biji
1.      Perhatikan dan foto gambar bunga dan buah, baik yang masih di tumbuhan atau yang sudah jatuh ke tanah dalam petak 20 x 20 m yang telah dibuat di kawasan hutan pada praktikum sebelumnya.
2.      Analisis bentuk, warna dan karakteristrik lainnya dari bunga dan buah tesebut, dan kemudian apa kemungkinan bentuk polinasi atau penyebaran (polinasi sendiri atau bantuaan agen lain dan apa agennya) serta kemungkinan bentuk dispersal buah/biji (gravitasi/jatuh saja, launching atau lewat agen prnyebaran)
3.      Ukur dimensi (panjang dan lebar) buah dan biji.
4.      Ambil sampel tanah topsoil pada 5 lokasi di plot 20 x 20 m. 4 di pojok plot dan 1 ditengah. Kemudian kumpulkan tanah-tanah tersebut dalam plastic sampel  dan dibawa ke laboratorium.
5.      Setelah di laboratorium, bersihkan tanah dari tumbuhan, kemudian tanah dibagi dua. Satu bagian disebar di satu wadah percobaan, bagi wadah tersebut menjadi 6 bagian. Dan satu bagian lagi dimasukan kedalam oven mnggunakan wadah percobaan selama 40 menit, dan bagi wadah tersebut menjadi 6 bagian juga.
6.      Amati selama 3 minggu dengan menyiram percobaan tersebut agar kelembabannya stabil tetapi jangan terlalu kebanyakan air, foto perkembangan tumbuhan yang ada pada wadah tersebut setiap minggunya. Pada minggu ketiga, hitung jumlah tumbuhan yang tumbuh pada setiap bagian wadah percobaan dan kemudian dimasukkan kedalam oven untuk ditimbang berat keringnya. Jadi percobaan tersebut terdapat dua perlakuan yakni oven dan tidak dioven dan masing-masing perlakuan punya 6 ulangan. Variable yang diamati ada 2, yakni jumlah yang tumbuh dan berat kering. Analisis hasilnya dengan menggunakan uji t.

g)      Fungsi Ekologi Daun
1.      Ambil sampel dan pilih 5 individu dari spesies yang berbeda pada tumbuhan atas dan 5 individu dari spesies yang berbeda pada tumbuhan bawah yang terdapat pada petak 20 x 20 m yang telah dibuat di kawasan hutan pada praktikum sebelumnya.
2.      Dari individu-individu tersebut ambil dan pilih 10 daun yang berkembang penuh, sehat dan tidak ada predator daun. Kemudian daun tersebut simpan pada plastic sampel, bagi untuk setiap individu pada plasik sampel yang berbeda dan catat spesies apa dan termasuk tumbuhan bawah atau atas. Kemudian bawa ke laboratorium.
3.      Setiap daun difoto dengan kamera digital agar mempunya resolusi gambar yang bagus. Daun yang difoto harus disertai dengan standar panjang yang diketahui misal dalam satuan cm, foto daun tersebut jangan sampai menyentuh satuan panjang dan usahakan foto serapi mungkin jangan sampai garis standar ukuran miring karna dapat mempengarui standar ukuran.
4.      Kemudian luas setiap daun dianalisis dengan menggunakan program imagej atau bias di download di http.?
5.      Setiap daun tersebut di beri nomor dengan menggunakan spidol  atau pensil dan kemudian daun tersebut dikering ovenkan selama ± 24 jam. Kemudian daun-daun yang dikering oven ditimbang berat keringnya maka akan didapat data setiap daun yaitu luas dan berat keringnya.
6.      Kemudian daun-daun tersebut dihitung SLA (specific leaf area)-nya dengan rumus
SLA=area/berat kering.
Kemudian cari SD atau SE-nya.

h)     Herbivori (Predasi Daun dan Biji)
1.      pilih 10 individu dari species yang berbeda dari tumbuhan bawah yang terdapat predasi daun pada petak 20 x 20 m yang telah dibuat di kawasan hutan pada praktikum sebelumnya.
2.      Amati daun-daun pada individu-individu tersebut. Hitung daun yang terserang herbivori dan hitung jumlah total daun pada individu tersebut.
3.      Amati dan catat predator apa yang menyerang daun pada tumbuhan tersebut.
4.      Ambil daun-daun yang terserang dan masukan ke plastic sampel, pisahkan masing-masing individu tersebut, kemudian daun-daun tersebut dibawa kelaboratorium.
5.      Setiap daun yang terserang herbivori yang dikoleksi difoto dengan kamera digital. Daun yang difoto harus disertai dengan standar panjang yang diketahui misal dalam satuan cm, foto daun tersebut jangan sampai menyentuh satuan panjang dan usahakan foto serapi mungkin jangan sampai garis standar ukuran miring karna dapat mempengarui standar ukuran.
6.      Luas daun di analisis dengan program computer imagej atau download di http?
7.      Kemudian hitung persentasi luas daun dengan rumus:
 x 100%




















BAB III
HASIL & PEMBAHASAN
3.1 Hasil
a)      Suksesi Ekosistem.
I.Faktor Fisik
-          Temperatur Udara                   : 310C
-          Kecepatan Angin                    : 0,8 m/detik
-          Intensitas Cahaya                    : 2000 LUX
-          pH Tanah                                : 5,9
-          Kelembaban Udara                 : 46%
II.  Pada Nested Sampling 20 x 20 m tidak ada pohon dan tiang.
III. Pada plot 5 x 5 m tidak ada sapihan
IV. Pada plot 2 x 2 m (anakan)

-          Mimosa Pudica
-          Acacia
-          Seduduk
-          Caliandra
-          Sp.a
-          Sp.b
-          Sp.c
-          Sp.d
-          Sp.e


b)     Iklim Mikro Hutan.
Pengamatan pada pukul 11.45
-          Temperatur Udara       : 31,60C
-          Kecepatan Angin        : 0,00 m/detik
-          Intensitas Cahaya        : 1000 LUX
-          pH Tanah                    : 5,2
-          Kelembaban Udara     :81%





c)      Proyeksi Penampang ,Klasifikasi Pohon Hutan dan d) Stratifikasi Hutan.
Pada 20x20m
Pohon
No
KET.POHON
LBAR TAJUK(m)
KELILING(cm)
TINGGI
TBC
1
1
4
82
12
7
2
2
2
80
8
6
3
3.Tertekan
5
68
8
6
4
4
4
86
10
7
5
5
4,5
69
7
5
6
6
4
99
14
6
7
7
5
66
8
4
8
8.Dominan
6
123
15
11
9
9
7
127
12
6
10
10
2
150
12
10

Tiang
·         Lebar tajuk 2m,keliling 59,tinggi 12,tbc 8,5
Gambar Proyeksi Horizontal
IMAGE0570.JPG

Gambar Proyeksi Vertikal Pohon
IMAGE0571.JPG













d)     Karakteristrik Tumbuhan Lantai Hutan

Gambar Tumbuhan Lantai Hutan
DSC01432.JPG


DSC01413.JPG
DSC01414.JPG

DSC01415.JPG


DSC01416.JPG

DSC01417.JPG


DSC01418.JPG


DSC01419.JPG


DSC01420.JPG

DSC01422.JPG
DSC01423.JPG

DSC01425.JPG

DSC01424.JPG

DSC01429.JPG

DSC01421.JPG

DSC01427.JPG

DSC01426.JPG

DSC01430.JPG

DSC01428.JPG

DSC01456.JPG
DSC01431.JPG

DSC01443.JPG
DSC01449.JPG

DSC01445.JPG

Analisis adaptasi tumbuhan bawah :
Ø  Beradaptasi pada pH tanah masam.
Ø  Lingkungan lembab .
Ø  Kandungan Seresah dan  humus tinggi.
Ø  Mampu hidup dibawah naungan
Ø  Kurang cahaya matahari.
e)      Ekologi Bunga, Buah dan Bank Biji.
Gambar Pengamatan Minggu 1 (Oven)

09012013.jpg
Gambar Pengamatan Minggu 1 (Tidak Oven)
Foto2982.jpg
Gambar Pengamatan Minggu 2 (Oven)

DSC04797.JPG
Gambar Pengamatan Minggu 2 (Tidak Oven)
DSC04796.JPG
Gambar Pengamatan Minggu 3 (Oven)

IMG_3859.JPG
Gambar Pengamatan Minggu 3 (Tidak Oven)
IMG_3860.JPG



Pengamatan jumlah yang tumbuh dan berat kering.
Oven

Jumlah yang tumbuh
Berat kering (g)
Tray 1
2
0.003
Tray 2
-
0
Tray 3
4
0.015
Tray 4
1
0.001
Tray 5
2
0.003
Tray 6
1
0.001
Jumlah
10
0.022

Dk = (n-1)
T table = 4,032

f)       Fungsi Ekologi Daun.
·         Tabel Tumbuhan Bawah

NO
Jenis
SLA
sD/SE
1
Sp.A
291.8911535
114.4196892
2
Sp.B
321.772082
3
Sp.C
298.9548886
4
Sp. D
76.79217797

·         Tabel Tumbuhan Atas

NO
JENIS
SLA
SD/Se
1
Sp. A
152.4685
93.04216
2
Sp. B
90.3212
3
Sp. C
320.7036
4
Sp. D
125.2108
5
Sp. E
108.217


·         Dari grafik Tumbuhan Bawah dapat disimpulkan bahwa yang mempunyai SLA tinggi yaitu pada spesies B yang berarti memiliki investasi rendah dalam hal struktur fisik dan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek.
Spesies D memiliki SLA rendah yang berarti investasi tinggi dalam hal struktur fisik dan hidup dalam jangka waktu yang lebih panjang.
·         Dari grafik Tumbuhan Atas dapat disimpulkan bahwa yang mempunyai SLA tinggi yaitu pada spesies C yang berarti memiliki investasi rendah dalam hal struktur fisik dan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek.
Spesies B memiliki SLA rendah yang berarti investasi tinggi dalam hal struktur fisik dan hidup dalam jangka waktu yang lebih panjang.
g)      Herbivori (Predasi Daun dan Biji).
Jumlah Daun Terserang  dan Persentasenya
No
Jenis
Jumlah Terserang
% Kerusakan
1
Sp. A
2.446
66.66
2
Sp. B
1.783
13.33
3
Sp. C
4.953
38.88
4
SP. D
8.277
42.85
5
Sp. E
0.275
4.08
6
Sp. F
5.757
21.05
7
Sp. G
0.063
18.18
8
Sp. H
0.27
5
9
Sp. I
0.992
16.66
10
Sp. J
0.598
37.5

Jenis Hama Penyerang Daun

No
Spesies
Hama
1.
Spesies A
Ulat/larva
2.
Spesies B
Ulat
3.
Spesies C
Ulat
4.
Spesies D
Ulat
5.
Spesies E
Ulat
6.
Spesies F
Ulat
7.
Spesies G
Ulat
8.
Spesies H
Ulat
9.
Spesies I
Ulat
10.
Spesies J
Ulat








3.2 Pembahasan
Suksesi adalah suatu istilah yang digunakan terhadap rangkaian perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan sesuai dengan perubahan habitatnya. Suksesi terjadi akibat kerusakan oleh bencana alam, api, penggembalan yang berlebihan, logging dan penebangan hutan sehingga lahan menjadi terbuka yang menyebabkan lajunya suksesi pada lahan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya suksesi :
·  Iklim seperti : Temperatur Udara, Kecepatan Angin, Intensitas Cahaya, Kelembaban Udara, Suhu.
Ø  iklim : Tumbuhan tidak akan dapat teratur dengan adanya variasi yang lebar dalam waktu yang lama. Fluktuasi keadaan iklim kadang-kadang membawa akibat rusaknya vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya. Dan akhirnya suatu tempat yang baru (kosong) berkembang menjadi lebih baik (daya adaptasinya besar) dan mengubah kondisi iklim. Kekeringan, hujan salju/air dan kilat seringkali membawa keadaan yang tidak menguntungkan pada vegetasi.
Ø  Suhu : suhu disuatu tempat di suatu tempat merupakan fungsi dari besarnya radiasi matahari yang mencapai tempat itu dan dipengaruhi oleh perpindahan panas oleh radiasi bumi dan sirkulasi udara (Barness at al,1997). Dalam skala besar suhu mempengaruhi tipe hutan dan dalam skala kecil suhu mempengaruhi tumbuhan dan hewan yang hidup ditempat itu. Karena suhu suatu bagian tumbuhan tergantung pada cahaya yang diterima, maka suhu bagian tumbuhan sangat bervariasi sesuai dengan variasi penerimaan cahaya. Suhu juga mempengaruhi fotosintesis , bahwa pada suhu rendahlaju fotosintesis juga rendah. Dengan meningkatnya suhu, laju fotosintesis meningkat sampai kemudian turun lagi, dan pada suhu tinggi fotosintesis terhenti.
Ø  Intensitas Cahaya : merupakan salah satu faktor lingkungan yang terpenting karena perannya dalam fotosintesis. Pada intensitas cahaya rendah , jumlah karbon yang diikat melalui fotosintesis juga rendah. Kualitas cahaya mempengaruhi proses fisiologi dan perkembangan tumbuhan. Dan lama pencahayaan mempengaruhi tumbuhan melalui pigmen fitokrom.
·  Topografi : keadaan tanah, pH tanah, kemiringan dan kelerengan. Suksesi terjadi karena adanya perubahan kondisi tanah.
Ø  pH tanah : sifat kima tanah yang terpenting adalah kemasaman tanah, yang dinyatakan dalam pH. Tinggi rendahnya pH mempengaruhi kelarutan mineral, jadi pH tanah sangat mempengaruhi ketersediaan hara bagi tumbuhan. Secara umum, ketersediaan hara cukup baik pada pH sekitar 7. Tanah hutan umumnya bersifat masam dengan pH dibawah 7, anatara 4 – 6,7 (Barness at al, 1997).
Ø  Ketinggian : sejalan dengan perubahan kelembaban dan suhu, sifat-sifat tanah juga mengalami perubahan menurut ketinggian. Semakin tinggi suatu tempat maka hara dan  oksigen makin berkurang dan fotosintesis vegetasinya tidak optimal.
Ø  Kelerengan : efek penting dari  kelerengan adalah terhadap pengaliran air di atas permukaan tanah dan drainase, sehingga kandungan hara dalam tanah tergerus ke bagian bawah lereng. Kelerengan juga menentukan banyaknya sinar matahari yang diterima oleh suatu tempat tumbuhan.
·  Biotik. Pemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan pengganggu Tanaman.
Ø  Predasi : predasi terjadi ketika suatu jenis organisme memakan jenis lain. Dalam arti sempitpredasi dipahami sebagai pola hubungan antara hewan pemangsa (predator) dan mangsanya (prey). Dalam arti luas, predasi juga mencakup herbivori, parasitisme, dan kanibalisme.
Adapun hasil pengamatan suksesi ekosistem pada lahan terbuka didapat:
-          Temperatur Udara                   : 310C, yang berarti suhu sedang  pada lahan tersebut.
-          Kecepatan Angin                    : 0,8 m/detik
-          Intensitas Cahaya                    : 2000 LUX
-          pH Tanah                                : 5,9, yang berarti pH tanah masam..
-          Kelembaban Udara                 : 46%, yaitu kelembaban udara sedang.
Sedangkan pada plot lahan kawasan hutan tertutup didapat :
Pengamatan pada pukul 11.45
-          Temperatur Udara                   : 31,60C
-          Kecepatan Angin                    : 0,00 m/detik
-          Intensitas Cahaya                    : 1000 LUX
-          pH Tanah                                : 5,2, yang berarti pH tanah masam.
-          Kelembaban Udara                 :81%, yaitu kelembaban udara tinggi.
-          Keadaan Poyeksi horizontal kawasan hutan yang diamti yaitu kanopi rapat yang didominasi oleh pohon dominan dan kodominan.
-          Tanah yang di oven selama 3 minggu didapat tumbuhan yang hidup dalam 6 tray yaitu 16.Dan yang tidak dioven tidak ada tumbuhan yang hidup, mungkin dikarnakan oleh adanya faktor dormansi, kekurangan air, suhu , temperatur dan cahaya kurang, belum terbiasa beradaptasi dengan lingkungan baru.
-          Herbivori penyerang daun yang dominan adalah ulat.
-          SLA tumbuhan atas lebih rendah dari pada SLA tumbuhan bawah























BAB IV
KESIMPULAN
1)      Faktor lingkumgan yang mempengaruhi suksesi :
Faktor Fisik
-          Temperatur Udara
-          Kecepatan Angin
-          Intensitas Cahaya
-          pH Tanah
-          Kelembaban Udara
-          Tofografi
Faktor Biotik
-          Herbivori
2)      Klasifikasi dan Stratifikasi Tumbuhan yang ada di kawasan hutan :
-          Pohon Dominan
-          Pohon Kodominan
-          Pohon Intermidiet
-          Pohon Tertekan
-          Pohon Mati
3)      SLA yang didapat :
-          Dari grafik Tumbuhan Bawah dapat disimpulkan bahwa yang mempunyai SLA tinggi yaitu pada spesies B yang berarti memiliki investasi rendah dalam hal struktur fisik dan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek.
Spesies D memiliki SLA rendah yang berarti investasi tinggi dalam hal struktur fisik dan hidup dalam jangka waktu yang lebih panjang.
-          Dari grafik Tumbuhan Atas dapat disimpulkan bahwa yang mempunyai SLA tinggi yaitu pada spesies C yang berarti memiliki investasi rendah dalam hal struktur fisik dan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek.
Spesies B memiliki SLA rendah yang berarti investasi tinggi dalam hal struktur fisik dan hidup dalam jangka waktu yang lebih panjang.
4)      Faktor bank biji : dormansi biji,  air, suhu , kelembaban, temperature, cahaya , dan tanah.
5)      Herbivori penyerang daun yang dominan adalah ulat.
DAFTAR PUSTAKA
Barness, B. V., D.R. Zak, S.R. Denton, and S.H. Spurr. 1997. Forest Ecology. Fourth Edition.
            John Wiley & Sons, Inc. New York.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/TinjauanPustaka.pdf.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/Chapter.pdf.
Soekotjo, W. 1997. Diktas Silvika. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soetrisno, kadar. 1998. Diktat Silvika. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.
Wiryono. 2009. Ekologi Hutan. UNIB Press: Bengkulu.


















LAMPIRAN
v  Fungsi Ekologi Daun.
TUMBUHAN BAWAH
NO
JENIS
AREA LUAS (m3)
BERAT
KERING (g)
SLA
1
Sp.A
31.839
0.22
144.7227273
2
Sp.A
50.583
0.22
229.9227273
3
Sp.A
32.624
0.06
543.7333333
4
Sp.A
35.56
0.06
592.6666667
5
Sp.A
34.616
0.06
576.9333333
6
Sp.A
43.367
0.16
271.04375
7
Sp.A
51.903
0.26
199.6269231
8
Sp.A
45.029
0.38
118.4973684
9
Sp.A
39.674
0.34
116.6882353
10
Sp.A
42.526
0.34
125.0764706
11
Sp.B
172.903
0.35
494.0085714
12
Sp.B
200.055
0.53
377.4622642
13
Sp.B
170.299
0.33
516.0575758
14
Sp.B
186.146
0.49
379.8897959
15
Sp.B
62.16
0.24
259
16
Sp.B
61.585
0.3
205.2833333
17
Sp.B
54.954
0.29
189.4965517
18
Sp.B
94.701
0.33
286.9727273
19
Sp.B
56.16
0.27
208
20
Sp.B
72.372
0.24
301.55
21
Sp.C
38.708
0.21
184.3238095
22
Sp.C
36.177
0.19
190.4052632
23
Sp.C
34.711
0.2
173.555
24
Sp.C
74.474
0.25
297.896
25
Sp.C
31.291
0.13
240.7
26
Sp.C
26.708
0.09
296.7555556
27
Sp.C
27.71
0.06
461.8333333
28
Sp.C
26.359
0.08
329.4875
29
Sp.C
34.563
0.11
314.2090909
30
Sp.C
30.023
0.06
500.3833333
31
Sp.D
42.703
0.35
122.0085714
32
Sp.D
41.733
0.39
107.0076923
33
Sp.D
45.79
0.49
93.44897959
34
Sp.D
52.412
0.63
83.19365079
35
Sp.D
29.336
0.39
75.22051282
36
Sp.D
39.518
0.52
75.99615385
37
Sp.D
21.732
0.74
29.36756757
38
Sp.D
32.781
0.54
60.70555556
39
Sp.D
31.598
0.44
71.81363636
40
Sp.D
18.189
0.37
49.15945946

TUMBUHAN ATAS
NO
JENIS
AREA LUAS(m3)
BERAT
SLA
KERING(g)
1
Sp.A
44.027
0.25
176.108
2
Sp.A
65.994
0.33
199.9818182
3
Sp.A
30.911
0.28
110.3964286
4
Sp.A
33.049
0.25
132.196
5
Sp.A
43.585
0.32
136.203125
6
Sp.A
53.435
0.35
152.6714286
7
Sp.A
41.532
0.23
180.573913
8
Sp.A
30.328
0.19
159.6210526
9
Sp.A
50.925
0.34
149.7794118
10
Sp.A
35.603
0.28
127.1535714
11
Sp.B
102.65
1.02
100.6372549
12
Sp.B
94.355
1.27
74.29527559
13
Sp.B
81.419
1.72
47.33662791
14
Sp.B
92.805
1.81
51.27348066
15
Sp.B
73.705
1.29
57.13565891
16
Sp.B
113.379
2.04
55.57794118
17
Sp.B
92.5
2.12
43.63207547
18
Sp.B
76.111
1.6
47.569375
19
Sp.B
76.45
1.52
50.29605263
20
Sp.B
99.838
0.68
146.8205882
21
Sp.C
335.563
0.41
818.4463415
22
Sp.C
341.926
0.67
510.3373134
23
Sp.C
346.47
0.78
444.1923077
24
Sp.C
294.693
0.7
420.99
25
Sp.C
380.859
0.68
560.0867647
26
Sp.C
340.09
0.58
586.362069
27
Sp.C
381.643
0.56
681.5053571
28
Sp.C
391.165
0.65
601.7923077
29
Sp.C
189.966
0.81
234.5259259
30
Sp.C
204.661
0.81
252.6679012
31
Sp.D
149.63
0.27
554.1851852
32
Sp.D
136.926
0.49
279.4408163
33
Sp.D
130.157
0.79
164.7556962
34
Sp.D
128.811
0.84
153.3464286
35
Sp.D
143.048
0.68
210.3647059
36
Sp.D
164.082
0.58
282.9
37
Sp.D
99.102
0.37
267.8432432
38
Sp.D
134.04
0.37
362.2702703
39
Sp.D
71.06
0.16
444.125
40
Sp.D
95.252
0.18
529.1777778
41
Sp.E
112.369
3.65
30.7860274
42
Sp.E
123.804
4.32
28.65833333
43
Sp.E
109.177
5.09
21.44931238
44
Sp.E
117.33
5.23
22.43403442
45
Sp.E
120.891
4.39
27.53781321
46
Sp.E
65.373
5.19
12.59595376
47
Sp.E
80.73
4.42
18.26470588
48
Sp.E
110.279
3.13
35.23290735
49
Sp.E
118.792
1.79
66.36424581
50
Sp.E
123.425
0.75
164.5666667

















v  Herbivori (Predasi Daun dan Biji).

·         Sp.A
Jumlah daun    =9
Terserang         =6
·         Sp.b
Jumlah daun    =30
Terserang         =4
·         Sp.c
Jumlah daun    =18
Terserang         =7
·         Sp.d
Jumlah daun    =14
Terserang         =6
·         Sp.e
Jumlah daun    =49
Terserang         =2
·         Sp.f
Jumlah daun    =19
Terserang         =4
·         Sp.g
Jumlah daun    =11
Terserang =2
·         Sp.h
Jumlah daun    =40
Terserang         =2
·         Sp.i
Jumlah daun    =18
Terserang         =3
·         Sp.j
jumlah daun    =8
Terserang         =3
















Tabel jenis area daun yang terkena Predasi
No
Jenis
Area (m3)
Area Predasi
1
Sp A
32.934
0.043
2
Sp A
34.001
0.154
3
Sp A
29.323
1.920
4
Sp A
39.944
0.005
5
Sp A
25.612
0.213
6
Sp A
39.252
0.111
7
Sp B
29.225
0.003
8
SP B
30.917
0.023
9
SP B
39.044
1.745
10
SP B
38.235
0.012
11
Sp C
22.082
1.547
12
Sp C
8.761
0.389
13
Sp C
20.064
1.192
14
Sp C
18.267
0.991
15
Sp C
10.234
0.036
16
Sp C
16.488
0.432
17
Sp C
10.674
0.366
18
Sp D
42.859
0.503
19
Sp D
59.289
0.484
20
Sp D
74.897
0.890
21
Sp D
27.303
3.870
22
Sp D
35.502
0.187
23
Sp D
27.151
2.343
24
Sp E
12.280
0.169
25
Sp E
13.918
0.106
26
Sp F
57.249
2.016
27
Sp F
26.773
0.060
28
Sp F
25.182
3.018
29
Sp F
24.011
0.663
30
Sp G
13.890
0.055
31
Sp G
8.985
0.008
32
Sp H
15.684
0.251
33
Sp H
10.014
0.019
34
Sp I
156.141
0.123
35
Sp I
55.230
0.257
36
Sp I
41.470
0.612
37
Sp J
72.451
0.006
38
Sp J
43.294  
0.503
39
Sp J
53.415
0.089